Entri Populer

Selasa, 01 Januari 2013

Asal Usul Tari Gending Sriwijaya


Tahun 1990/1991, Kantor Wilayah Depdikbud Provinsi Sumatra Selatan menerbitkan deskripsi Tari Gending Sriwijaya, yang penyuntingnya diketuai oleh Izi Asmawi (alm). Berdasarkan deskripsi itu, dikatakan bahwa tari Gending Sriwijaya adalah satu dari sekian tari sambut atau tari persembahan yang ada di Sumatra Selatan.
Proses penciptaan tari Gending Sriwijaya sudah dimulai sejak 1943, yaitu untuk memenuhi permintaan dari pemerintah (era pendudukan Jepang), kepada Jawatan Penerangan (Hodohan) untuk menciptakan sebuah tarian dan lagu guna menyambut tamu yang datang berkunjung ke Keresidenan Palembang (sekarang Provinsi Sumatra Selatan).
Penata tarinya adalah Tina Haji Gong dan Sukainah A. Rozak, berbagai konsep telah dicari dan dikumpulkan dengan mengambil unsur-unsur tari adat Palembang yang sudah ada, dalam upaya menata tari Gending Sriwijaya ini.
Pakaian dan properti yang digunakan dalam tari Gending Sriwijaya, disesuaikan dengan pakaian adat daerah dengan peralatan yang biasa digunakan pada upacara penerimaan tamu secara adat, yaitu dengan penyuguhan Tepak Sirih selengkapnya.
Jumlah penari sebanyak sembilan orang sebagai simbolisasi dari Batang Hari Sembilan atau sembilan sungai yang ada di Sumatra Selatan. Maksudnya, dengan tari Gending Sriwijaya penyambutan tamu dimaksud, dilakukan atas nama seluruh daerah yang ada di wilayah Sumatra Selatan.
Selain dari kesembilan orang penari, ada juga pengiring yaitu: seorang penyanyi yang menyanyikan lagu Gending Sriwijaya, seorang pembawa payung kebesaran, dan seorang atau dua orang lainnya adalah pembawa tombak.
Musik atau lagu pengiring tari Gending Sriwijaya, dinamai (berjudul) juga lagu Gending Sriwijaya. Penciptanya adalah A. Dahlan Muhibat, seorang komposer juga violis pada group Bangsawan Bintang Berlian, di Palembang.
Lagu Gending Sriwijaya, diciptakan dan digarap oleh A. Dahlan Muhibat pada tahun 1943 tepatnya dari bulan Oktober sampai dengan bulan Desamber. Ketika proses penciptaannya, pemerintah menyodorkan usul pada A. Dahlan Muhibat untuk memasukkan sebuah konsep lagu Jepang.
Karena, konsep lagu Jepang hanya berupa usulan maka oleh A. Dahlan Muhibat dipadukanlah sebuah lagu ciptaannya pada tahun 1936, yang berjudul “Sriwijaya Jaya” dengan konsep lagu Jepang itu, sehingga menjadi lagu Gending Sriwijaya seperti yang ada sekarang.
Sementara, untuk syair lagu Gending Sriwijaya, dibuat oleh Nungcik AR. Dan, dengan selesainya penataan tari dan penyusunan lagu Gending Sriwijaya tersebut, maka tuntaslah proses penggarapan tari dan lagu Gending Sriwijaya, pada tahun 1944.
Seperti yang disebutkan di dalam deskipsi Tari Gending Sriwijaya, tari Gending Sriwijaya pertama kali dipentaskan di muka umum, adalah pada tanggal 2 Agustus 1945, di halaman Mesjid Agung Palembang, yaitu ketika pelaksanaan upacara penyambutan kedatangan pejabat zaman Jepang, di Palembang, yakni M. Syafei dan Djamaluddin Adinegoro.
M. Syafei, adalah Ketua Sumatora Tyuo Sangi In (Dewan Perwakilan Rakyat Sumatra), yang berkedudukan di Bukittinggi – Sumatra Barat. Sebelum masa pendudukan Jepang, M. Syafei adalah direktur perguruan INS (Indonesche School), di Kayutanam – Sumbar. Sedangkan, Jamaluddin Adinegoro adalah Ketua Dewan Harian Sumatra, seorang wartawan sekaligus sastrawan yang terkenal pada waktu itu.
Pada saat tari Gending Sriwijaya pertama kali dipergelarkan di halaman Mesjid Agung kala itu, kesembilan orang penarinya adalah: Siti Nuraini, Rogayah H, Delima A. Rozak, Tuhfah, Halimah, Busron, Darni, Emma, dan Tuti Zahara.
Dalam sejarah Festival Sriwijaya, Festival Sriwijaya 2010 yang baru lalu, tari Gending Sriwijaya tidak ditampilkan pada upacara pembukaan festival saat menyambut tamu-undangan dan peserta Festival Sriwijaya, karena salah kaprah. Dikatakan tari Gending Sriwijaya adalah tari sakral, maka tidak boleh sembarangan dipergelarkan, termasuk di alam terbuka…wueleh…khan tari Gending Sriwijaya pernah digelar di pelataran Candi Borobudur…BOSS…!

SEJARAH TARI GENDING SRIWIJAYA


Sebagai daerah yang sangat kaya menyimpan koleksi sejarah masa lalu, Palembang juga memiliki banyak ragam seni tari. Dari imajinasi dan khayalan terhadap zaman keraton Kerajaan Sriwijaya pada abad VI SM, yang sangat tersohor dengan ekspansi wilayah dan pusat Agama Budha sampai zaman keemasan kesultanan Palembang Darussalam. tahapan sejarah masa lalu itu sampai kini memberikan banyak inspirasi bagi masyarakatnya. Salah satunya adalah tarian. Menurut Elly Rudi, salah seorang koreografer (penata tari) di Palembang, yang terkenal dengan tari tradisi Palembang adalah tari Gending Sriwijaya. Tari tersebut melukiskan kegembiraan gadis-gadis Palembang saat menerima tamu yang diagungkan. Tepak yang berisi kapur, sirih, pinang, dan ramuan lainnya dipersembahkan sebagai ungkapan rasa bahagia.“Tidak sebatas itu, tari Gending Sriwijaya yang juga diiringi gamelan dan lagu yang berjudul sama juga merupakan sebuah ungkapan terhadap indahnya kehidupan keraton,” katanya. Elly menambahkan, penciptaan tari Gending Sriwijaya dilakukan jauh sesudah kehidupan Kerajaan Sriwijaya. Syairnya diciptakan oleh Nungtjik AR, pencipta lagu oleh Dahlan Mahiba, dan penarinya adalah Sukainah Rozak. Sebagai sebuah gambaran, bisa juga disebut sebagai imajinasi para pengarangnya. itu memang sangat menggambarkan kehidupan waktu itu,” katanya. Sehingga banyak orang kemudian mengagumi tarian tersebut. Bahkan, ketika menyebut tradisi Palembang, orang pasti akan menyebut tari Gending Sriwijaya, lengkap dengan syair dan irama lagunya. dia juga mengatakan seiring perkembangan waktu, tari tradisi Palembang pun mengalami pergeseran. Bukan perubahan tari secara fundamental, namun para seniman semakin berani dan bisa berkreasi. Salah satunya adalah tari Kipas. Tari yang memiliki dasar gerak dan pakem dari tari Batanghari Sembilan itu, memiliki kekhasan sendiri.
“Walau kreasi, tapi tidak lepas dari gerak tradisional tari Sumsel,” katanya. Masih menurut Elly, tari Kipas yang disebut juga tari Lenggok Musi tersebut, diciptakan sebagai jawaban terhadap kondisi kekinian, misalnya masalah politik dan ekonomi yang tidak menentu. “Orang sekarang suka bersaing dan cepat sekali emosi,” katanya. Kipas, kemudian menjadi simbol penyejuk, sehingga bila menontonnya, hati setiap orang akan luluh dan mampu memberikan kesan dan niat untuk mengubah diri. Selain itu, Lenggok Musi menjadi perlambang indahnya Sungai Musi.Warna tradisi Palembang menjadi ciri tak terpisahkan. Musik yang digunakan pun sangat khas, yaitu akordion, gamelan, gendang melayu, gong, dan gitar tunggal. Bila dilihat dari sudut itu, siapa bilang tari tradisi Palembang tidak bergerak dinamis.

Macam – macam tarian

1. Tari Gending Sriwijaya
adalah tari penyambutan dari Kota Palembang. Tari ini melukiskan kegembiraan gadis-gadis Palembang saat menerima kunjungan tamu yang diagungkan. “Tepak” yang berisi, kapur, sirih, pinang, dan ramuan lainnya dipersembahkan sebagai ungkapan rasa bahagia.
2. Tari Genta Siwa
Tari Geta Siwa merupakan tarian persembahan atau pemujaan yang menggambarkan keagungan Dewa Siwa. Tarian ini juga melukiskan keagungan Kerajaan Sriwijaya, gerakan-gerakan dalam tarian ini merupakan kolaborasi dari tari Gending Sriwijaya, tari Tanggai dan tari Lilin.
2. Tari Tampak Rebana
Tari Rampak Rebana adalah sebuah tari garapan baru yang bersumber dari musik sarafol anam dan tari Rodat. Akan tetapi penata tari hanya mengambil sebagian kecil dari bunyi pukulan terbangan dan gerakan yang terdapat pada musik sarofal anam dan tari Rodat, sehingga pada tari Tampak Rebana ini musik tidak hanya dimainkan oleh pemain musik tetapi juga dapat dimainkan oleh penari.
3. Tari Dana
Rasa gembira bagi kalangan remaja ketika mereka bertemu dengan teman-temannya, saling bercengkrama dan saling bercanda ria. Perasaan tersebut diwujudkan melalui ayunan langkah dan lenggak-lenggok tangan yang dibawakan oleh remaja-remaja dalam tari Dana ini. Biasanya tarian ini dibawakan secara berpasangan tetapi perkembangan sekarang tarian ini umumnya dibawakan oleh laki-laki saja.
4. Tari Melati Karangan
Tari ini menggambarkan tentang keagungan para gadis dan ibu daerah Palembang dengan ciri khasnya masing-masing. Lenggak dan subangnya itulah ciri khas gadis Palembang, sedangkan baju kurung dan selendang merupakan ciri khas ibu-ibu dari Palembang.
5. Tari Lenggok Musi
Tarian ini diilhami oleh alunan dan sentakan riak gelombang Sungai Musi. Kipas adalah lambang kesejukan. Setiap orang yang kepanasan pasti berkipas-kipas agar tubuhnya merasa sejuk. Sebagai lambang kedamaian-kesejukan, kipas dipakai sebagai properti

SEJARAH TARI TANGGAI


Sejarah tua Sumatera Selatan serta masuknya para pendatang dari wilayah lain, telah menjadikan kota ini sebagai Kota multi-budaya. Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi Budaya Melayu pesisir. 

Tari Tradisi adalah tari yang berkembang secara turun temurun dan tetap eksis hingga saat ini, memiliki Fakem dan merupakan cirri dari daerah itu sendiri.
Pada abad ke V (1920) pada zaman Hindu, Tari Tanggai dipakai untuk Persembahan kepada Dewa Brahmana, Wisnu, dan Siwa, yang dipersembahkan atau di tarikan oleh para perempuan dengan jumlah ganjil, khususnya Tari Tanggai di persembahkan untuk penghormatan kepada Sahyang widi atau Dewa Siwa yang dianggap sebagai Dewa Pelebur.
Penghormatan kepada dewa-dewa dengan mengadakan persembahan gerakan-gerakan Mudra (pendekatan yang maha kuasa).

Tari tanggai adalah tari yang memakai Tanggai dengan mengutamakan kelentikan Jari-jari tangan yang melambangkan kasih sayang. Oleh orang hindu bagian jari sangat dimuliakan terutama Mahendi (ukiran-ukiran di tangan)
Tanggai dibuat dari Emas murni 22 karat berupa kuku lentik.
Abad 20 (1920) Zaman Belanda, habitat di Indonesia merupakan suatu bentuk kerajaan.
Abad 17 (1600) zaman belanda mendirikan Kesultanan Palembang Darussalam, zaman Gadis Pingitan. Sultannya mengharamkan Gadis/ Perempuan menari, sehingga seluruh pertunjukan diperankan oleh laki-laki. Demang , Pesirah, Depati adalah nama Jabatan yg diberikan oleh belanda, kemudian Belanda tertarik dengan tari yang memakai tanggai
Tahun 1920 di Sumatera Selatan Tarian menggunakan Tanggai dan Sekapur Sirih yang berfungsi sebagai Tari Sambut yang di namakan Tari Tepak.

Beralih ke Zaman Jepang.
1945 tari tanggai tidak boleh ditampilkan, diciptakan tari gending Sriwijaya.
Penata Tarian ini adalah Putri Residen Palembang Sukainah Rozak atas Permintaan Jepang menciptakan Tari Gending Sriwijaya. 
Syair Gending Sriwijaya diciptakan oleh Nungcik AR, dan Musik Gending Sriwijaya di ciptakan oleh Dahlan Mahibat.
Tahun 1965 terjadi pemberontakan PKI dan pencipta syair Nung Cik AR disinyalir merupakan anggota PKI hingga Nungcik AR ditangkap, dan Tari Gending Sriwijaya pada saat itu tidak boleh ditampilkan.
Namun banyaknya Tamu-tamu terhormat, dan pejabat-pejabat Negara yang datang ke Palembang, dan tidak ada tarian penyambutan untuk menyambut tamu-tamu tersebut yang datang, maka ibu Elly Rudi (tari tanggai) dan ibu Ana Kumari (tari tepak keraton) mengangkat kembali dan menyusun gerakan-gerakan dengan gerakan tarian yang telah ada sebelumnya, untuk penghormatan tamu tamu yang datang ke Palembang , dan tari nya diberi Koreografi sehingga terdapat Estetika yang tinggi pada tarian tersebut. 
Musik Blash, Tanjidor adalah Musik yang digunakan dalam Tari Tanggai pada zaman dahulu.
Tari Tanggai dan Rasan Tuo (perjodohan) tarian untuk mengiringi Pengantin.
Tari Tepak Keraton (memakai tanggai dan Tepak), lambang ungkapan Persahabatan untuk menghormati tamu-tamu terhormat, pada zaman belanda, dengan persembahan sekapur sirih. Menjadi Tari Tradisi di Sumatera Selatan.
Namun Tarian ini berkembang ke daerah masing-masing di Sumatera Selatan dengan versi nama Tari sendiri tetapi tetap menggunakan tanggai dan kostum yang awal.

Happy New Year 2013